Aceh Singkil, detikaceh.com ~ Ratusan nelayan dan masyarakat dari tiga desa di Kemukiman Gosong Telaga hari ini berkumpul dalam sebuah kegiatan doa dan zikir bersama yang penuh haru. Acara ini diselenggarakan oleh Gerakan Aliansi Nelayan Aceh Singkil (GANAS) di Makam Aulia TAMPAT, Pantai Gosong Telaga, Pada Jum’at 27 Juni 2025. sebagai bentuk rasa syukur mendalam atas penetapan empat pulau strategis—Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Pulau Panjang—yang kini secara resmi kembali menjadi bagian dari wilayah Provinsi Aceh.
Acara religius ini, yang berlangsung khidmat dan sederhana, merupakan implementasi dari kearifan lokal yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat pesisir. Ide pelaksanaan doa bersama ini datang dari Ustad Suhirman, seorang tokoh agama sekaligus Ketua Dewan Penasihat GANAS dan Imam Masjid Desa Gosong Telaga Utara.
“Kegiatan ini adalah wujud syukur kami. Sengketa yang selama ini menggantung telah selesai, dan kini kami bisa kembali tenang dalam memanfaatkan sumber daya alam di pulau-pulau ini,” ujar Ustad Suhirman.
Ketua GANAS, Rahmi Yasir, menambahkan bahwa acara hari ini bukan hanya sekadar doa bersama, tetapi juga merupakan bagian dari rangkaian acara besar. “Ini adalah awal dari perayaan syukur kami. Besok, Sabtu, 28 Juni 2025, kami akan mengadakan kenduri akbar di Pulau Panjang. Kami berharap momentum ini akan menyatukan kembali semua elemen masyarakat dan nelayan untuk menjaga dan mengelola keempat pulau ini demi kesejahteraan bersama,” tegas Rahmi.
Kegiatan ini diharapkan dapat mengobati kegelisahan batin yang selama ini dirasakan masyarakat akibat ketidakpastian status kepemilikan pulau-pulau tersebut. Dengan resolusi sengketa ini, GANAS berharap peristiwa serupa tidak akan terulang lagi. Mereka pun berkomitmen untuk terus konsisten mengawal dan menjaga kelestarian keempat pulau tersebut secara berkelanjutan.
Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Pulau Panjang bukan sekadar gugusan pulau; bagi masyarakat Aceh Singkil, mereka adalah sumber kehidupan, tempat nelayan menggantungkan rezeki. Dengan status yang kini jelas, nelayan dapat berlayar dan mencari nafkah dengan hati yang lebih tenang. Peristiwa ini menjadi tonggak sejarah penting yang memperkuat identitas dan harapan bagi masyarakat pesisir Aceh Singkil.[]
Khalikul Sakda.