Banda Aceh – Meski dikenal sebagai provinsi yang menerapkan hukum syariat Islam, Aceh masih menghadapi masalah serius terkait pinjaman online (pinjol). Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, nilai transaksi pinjol di provinsi itu mencapai Rp 178 miliar pada November 2024 dan hanya turun tipis menjadi Rp 158 miliar pada Maret 2025.
OJK mencatat, kelompok pengguna pinjol terbesar di Aceh adalah guru dengan porsi 42 persen, disusul korban pemutusan hubungan kerja (20 persen), ibu rumah tangga (18 persen), pedagang (4 persen), pelajar (3 persen), tukang pangkas (2 persen), serta pengemudi ojek online (1 persen).
Secara nasional, fenomena pinjol juga terus meningkat. Nilai transaksi nasional pada September 2024 tercatat Rp 74,48 triliun dan naik menjadi Rp 80,07 triliun pada Februari 2025. Lonjakan ini menunjukkan tren pinjol masih marak, meski risiko yang ditimbulkan tidak kecil.
Menanggapi situasi ini, Pendiri Sakinah Finance, Murniati Mukhlisin, menekankan pentingnya penanganan pinjol sesuai prinsip syariah. Ia menegaskan ada tiga tahap penting untuk menghadapi pinjol, terutama yang ilegal.
Tahap pertama, cek kasus pinjol melalui Pusat Anti-Penipuan OJK (Indonesia Anti-Scam Centre/IASC) via Kontak OJK 157, WhatsApp di 081-157-157-157, atau email konsumen@ojk.go.id.
Tahap kedua, jika pinjol ilegal, segera ajukan restrukturisasi, negosiasi pembayaran pokok, gunakan metode snowball, dan pastikan hak penagih hanya dari pukul 08.00–20.00. Selain itu, stop bayar bunga, blokir aplikasi dan nomor penagih, simpan semua bukti teror, serta lapor ke OJK dan kantor polisi.
Tahap ketiga, pulihkan keuangan dengan meningkatkan ibadah, menyusun anggaran, mencari pendapatan halal, berkonsultasi ke pakar keuangan, dan mengubah gaya hidup menjadi lebih sederhana.
Murniati juga mengingatkan, gaya hidup digital yang berlebihan, seperti belanja online berlebihan dan permainan slot, kerap menjadi pintu masuk terjerat pinjol maupun judi online. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memproyeksikan, perputaran uang judi online pada 2025 akan mencapai Rp 1.200 triliun, naik dari Rp 981 triliun pada 2024.
Fenomena ini menunjukkan, meski Aceh memiliki landasan syariah, tantangan literasi keuangan dan pengendalian diri tetap menjadi kunci agar masyarakat tidak terperangkap jebakan pinjol dan praktik judi online yang merugikan. (*)