Aceh Utara – Keluarga korban kecelakaan maut di ruas tol Padang Tiji–Seulimuem menuntut pertanggungjawaban penuh dari Kementerian PUPR dan pengelola jalan tol. Mereka menilai peristiwa yang menewaskan tiga anggota keluarga bukanlah musibah semata, melainkan akibat kelalaian pihak terkait.
“Ini bukan musibah. Ini kelalaian. PUPR dan pengelola tol harus bertanggung jawab penuh,” kata M. Sulaiman, abang almarhum Ibnu Khatab sekaligus adik almarhumah Nurjannah, di rumah duka Gampong Ule Pulo, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, Minggu (24/8/2025).
Kecelakaan itu terjadi pada Rabu malam (20/8). Mobil Kijang Innova BL 1503 KT yang dikemudikan Ibnu menabrak beton penghalang di kilometer 11 Tol Padang Tiji–Seulimuem. Akibatnya, Ibnu bersama Nurjannah dan Nurhayati meninggal di tempat. Sementara dua penumpang lain, Muksalmina dan Gunawan, masih kritis dan dirawat intensif di RSUZA Banda Aceh.
Keluarga menilai tragedi ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan. Mereka menyebut ruas tol yang seharusnya ditutup justru bisa dilalui akibat adanya akses ilegal. “Beton penghalang hanya dibuka separuh. Itu bukan pengaman, tapi jebakan maut,” ujar Sulaiman.
Ia juga menyoroti proyek tol Sigli–Banda Aceh (Sibanceh) yang dinilai mangkrak dan berbahaya karena bertahun-tahun dibiarkan terbuka tanpa standar keamanan. “Tol ini belum jadi, tapi sudah makan korban jiwa. Jangan biarkan proyek pembangunan berubah jadi kuburan berjalan,” tegasnya.
Selain menuntut pertanggungjawaban PUPR dan pengelola tol, keluarga juga meminta aparat kepolisian menelusuri dugaan adanya praktik ilegal di balik terbukanya akses jalan tol tersebut. “Kami minta polisi usut tuntas siapa yang bermain di balik akses ilegal itu. Nyawa keluarga kami tidak boleh dianggap angka statistik,” kata Sulaiman. (*)