Kutacane – Duka masih menyelimuti keluarga Usman Gayo (51), warga Desa Buah Palah, Kecamatan Lawe Sumur, Kabupaten Aceh Tenggara. Ia resmi melaporkan panitia penyelenggara Festival Muslim Ayub (Muslim Ayub Fest) ke Polres Aceh Tenggara atas meninggalnya putra sulungnya, Nanda Pratama (20), dalam tragedi yang terjadi di Stadion H. Syahadat pada malam penutupan acara, 18 Agustus 2025 lalu.
Laporan tersebut didaftarkan pada Senin (1/9/2025). Usman Gayo datang ke Polres Aceh Tenggara dengan didampingi Ketua Barisan Sepuluh Pemuda, Dahriansyah, Ketua Pemuda Pulonas, sejumlah warga, serta perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Korek dan Kaliber.
“Benar saya keberatan atas meninggalnya anak saya. Saya sudah melaporkan kasus ini ke Polres Aceh Tenggara karena diduga kuat akibat kelalaian panitia penyelenggara Muslim Ayub Fest,” kata Usman Gayo, Rabu (3/9/2025).
Menurut Usman, Nanda yang masih berusia remaja itu hadir sebagai penonton pada malam penutupan festival. Namun, suasana acara diduga tidak terkendali, sehingga menimbulkan insiden yang berujung pada tewasnya sang anak. Ia menilai panitia tidak menyiapkan sistem pengamanan dan pengaturan kerumunan secara memadai.
Ketua Barisan Sepuluh Pemuda, Dahriansyah, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal laporan tersebut. Ia menilai kasus ini menyangkut tanggung jawab publik, terutama karena acara yang digelar berlabel festival keagamaan justru menimbulkan korban jiwa.
“Kami mendampingi keluarga korban karena ada dugaan kelalaian panitia dalam mengadakan acara. Akibatnya, anak dari Usman Gayo meninggal dunia. Kami meminta proses hukum segera berjalan dan akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas,” ujarnya.
Tragedi yang menimpa Nanda Pratama menambah catatan kelam dalam penyelenggaraan kegiatan massal di daerah. Ketiadaan standar pengamanan, mitigasi risiko, dan manajemen kerumunan kerap menjadi pemicu jatuhnya korban.
Hingga kini, Polres Aceh Tenggara belum memberikan keterangan resmi mengenai perkembangan laporan tersebut. Namun, keluarga korban berharap agar penyelidikan segera dilakukan secara transparan. Mereka menuntut agar pihak penyelenggara bertanggung jawab penuh, sekaligus menjadi pelajaran agar peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari.
Peristiwa ini juga memunculkan diskusi publik di Aceh Tenggara mengenai pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap penyelenggaraan acara besar yang melibatkan ribuan warga. Ke depan, masyarakat berharap setiap kegiatan yang digelar tidak hanya bernilai hiburan atau keagamaan, tetapi juga mengutamakan aspek keselamatan.
Laporan : Salihan Beruh