Aceh Singkil |detikaceh.com Ketika teror datang menempel, Roni Syehrani tak lari, ia malah menantang. Roni yang dikenal ganda sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan wartawan yang vokal menerima pesan provokatif dari nomor misterius pada Senin, 15 September 2025 sekitar pukul 12.05–12.07 WIB. Namun bukan hanya menjadi korban pasif: Roni menegaskan akan membalas dengan alat yang ia kuasai
Dalam percakapan yang kini telah menjadi bukti, Roni menulis tegas kepada si pengirim gelap Punah kau kubuat berita.
Pernyataan itu jelas bukan retorika kosong. Sebagai wartawan, Roni tahu bagaimana mengungkap fakta; sebagai ASN ia paham batas dan tanggung jawab. Koleksi bukti yang disimpannya bukan hanya untuk mengamankan diri, tetapi juga sebagai senjata pembuka tabir terhadap pihak-pihak yang bersembunyi di balik nomor gelap untuk meneror dan menuduh.
Ancaman balik Roni bukanlah ajakan kekerasan fisik, melainkan ancaman publikasi: mengangkat tirai, menulis fakta, dan menumpahkan segala bukti ke ruang publik. Kalimat “punah kau kubuat berita” menjadi pernyataan bahwa jika si pelaku terus memakai teror untuk memanipulasi opini, Roni akan menggunakan kekuatan jurnalisme untuk mengungkap identitas, motif, dan jaringan di balik teror itu.
Ini adalah situasi klasik: pelaku memulai dengan intimidasi, lalu mencoba menekan; korban yang juga pewarta memilih memberi respons dengan menerangi kebenaran, bukan pasif menerima fitnah.
Percakapan itu tak hanya berisi makian sang pengirim juga menyinggung soal pencopotan ASN, menyiratkan adanya konflik kepentingan birokrasi. Tuduhan-tuduhan semacam ini lazim dipakai untuk mengganggu reputasi seorang pejabat atau wartawan yang berani mengusut. Roni pun mengumpulkan bukti agar tuduhan bisa diuji secara hukum dan jurnalistik, bukan jadi konsumsi gosip.
Dalam pernyataannya, Roni menegaskan bahwa bukti percakapan telah diamankan dan salinan siap diajukan ke pihak berwajib jika diperlukan. Ia juga menyatakan akan menyiapkan pemberitaan berdasarkan fakta: dokumen, saksi, dan rekaman yang dapat mengarahkan pada pihak-pihak yang bertanggung jawab.jangan kira saya akan ditaklukkan hanya dengan nomor gelap dan kata-kata kasar. Kalau terus menggertak, saya buka semuanya lewat tulisan dan fakta,” tegas Roni.
Pernyataan Roni adalah peringatan untuk mereka yang terbiasa menggertak dari balik layar: berhenti menjadi pengecut. Mengancam melalui pesan dan berharap kebenaran tetap terpendam adalah trik murahan. Jika motifnya politis atau personal, munculnya fakta lewat berita yang akurat justru akan mengungkap siapa yang diuntungkan.
Publik Perlu Waspada kasus ini bukan hanya drama personal; ini ujian bagi kebebasan pers dan integritas ASN di Aceh Singkil. Ketika wartawan yang juga pejabat memilih mengungkap alih-alih tunduk, publik berhak tahu motif di balik teror. Namun perlu diingat: pemberitaan yang dipersiapkan harus berbasis bukti bukan fitnah balasan.
Roni memilih untuk melawan dengan cahaya kebenaran: tulisan. Jika ada yang berniat menutup mulut orang benar dengan teror, ingatlah berita yang tajam seringkali lebih mematikan bagi kebohongan daripada semua ancaman yang bisa mereka kirimkan lewat WhatsApp.