Sumatera Utara, |detikaceh.com. 28 September 2025,Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, baru-baru ini mengimbau agar kendaraan yang beroperasi secara tetap di wilayah Sumut menggunakan pelat nomor BK. Anjuran tersebut bertujuan untuk mendorong kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Namun, imbauan ini memicu reaksi beragam, khususnya dari masyarakat Aceh di wilayah perbatasan yang merasa perlu ada kejelasan agar tidak terjadi kesalahpahaman administratif hingga konflik identitas kedaerahan.
“Jika kendaraan sehari-hari beroperasi di Sumut, sebaiknya diregistrasikan di sini agar pendapatan pajak juga masuk ke Sumut,” ujar Gubernur Bobby beberapa waktu lalu.
Respons Warga Aceh Perbatasan Tak Ingin Ada Tekanan Terselubung warga dari daerah-daerah perbatasan seperti Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Aceh Singkil menyatakan kekhawatiran bahwa imbauan tersebut bisa berkembang menjadi tekanan administratif tidak resmi, yang pada akhirnya membatasi ruang gerak mereka di luar Aceh.
Padahal, penggunaan pelat BK oleh warga Aceh sebenarnya bukan hal baru. Banyak kendaraan milik warga perbatasan yang menggunakan pelat BK karena:
Akses lebih dekat ke Medan sebagai pusat perdagangan dan layanan publik;
Kemudahan perpanjangan STNK di Sumut;
Banyak kendaraan dibeli dari dealer di Medan yang secara otomatis menggunakan pelat BK.
Namun, sebagian warga merasa pernyataan gubernur tersebut bisa menimbulkan kesan diskriminatif terhadap pelat luar daerah.
> “Kami tetap warga Aceh. Kami bayar pajak di Medan karena dekat, bukan karena kami pindah domisili. Jangan seolah-olah ada tekanan untuk ganti pelat,” ujar Zulkarnaen, warga Kutacane.
Dishub Sumut: Tidak Ada Larangan Kendaraan Luar Masuk Seorang pejabat dari Dinas Perhubungan Sumut yang enggan disebutkan namanya menegaskan bahwa tidak ada larangan atau pembatasan bagi kendaraan dari luar daerah.
“Pernyataan Pak Gubernur bukan berarti melarang mobil luar Sumut masuk atau melintas. Ini hanya dorongan bagi yang memang tinggal dan beroperasi tetap di Sumut agar menyumbang pajaknya ke Sumut,” ujarnya.
Pelaku Usaha Rental Jangan Disalahpahami pandangan menyejukkan datang dari pelaku usaha rental mobil di wilayah perbatasan. Syahbudin Padang, pengusaha rental asal Subulussalam, Aceh, menilai bahwa pernyataan Gubernur Sumut perlu dipahami secara proporsional.
> “Tidak ada kewajiban atau paksaan. Kalau kendaraan hanya melintas, ya tetap sah pakai pelat Aceh. Jangan dibesar-besarkan,” tegas Syahbudin.
Ia mengajak masyarakat agar tidak terpancing oleh isu-isu yang bisa memecah belah hubungan antardaerah kita ini bertetangga, saling bergantung. Lebih baik duduk bersama cari solusi,” tambahnya.
Ketua LSM Penjara PN Sumut, T. Simbolon, menilai bahwa anjuran tersebut seharusnya tidak ditarik ke ranah politis atau identitas.ini soal kontribusi ekonomi, bukan tekanan identitas. Tapi memang pemerintah harus hati-hati dalam menyampaikan pesan, terutama di wilayah yang sensitif,” ujarnya.
Ia mendorong adanya forum komunikasi antara tokoh masyarakat dan pemerintah dua provinsi untuk mencari titik temu.
Pengamat kebijakan publik, M. Fadhil Lubis, menekankan pentingnya membedakan antara kendaraan operasional tetap dan kendaraan yang hanya melintas lintas wilayah.
> “Secara hukum, tidak ada larangan kendaraan luar provinsi beroperasi selama dokumen lengkap. Semua sudah diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas,” jelasnya.
Menurutnya, komunikasi kebijakan yang buruk bisa memicu sentimen yang tidak perlu harapan untuk Dialog dan Kerja Sama Ketua Forum Silaturahmi Aceh-Sumut, H. Ramli Hasan, mengingatkan bahwa kedua daerah memiliki hubungan sejarah, sosial, dan ekonomi yang kuat.
“Sumut dan Aceh punya ikatan erat. Jangan sampai satu pernyataan multitafsir merusak suasana yang harmonis,” katanya.Ia berharap agar kedua pemerintah provinsi dapat duduk bersama membahas mekanisme pajak kendaraan di perbatasan secara adil dan akomodatif.
Imbauan Gubernur Sumut mengenai penggunaan pelat BK bagi kendaraan yang beroperasi tetap di wilayah Sumut perlu dipahami secara jernih. Tidak ada kewajiban mengganti pelat bagi kendaraan dari luar provinsi yang hanya melintas atau beraktivitas sesekali.
Kebijakan publik semestinya disampaikan dengan pendekatan dialogis, berbasis prinsip keadilan dan penghormatan terhadap otonomi daerah lain, termasuk Aceh yang memiliki kekhususan tersendiri dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seluruh pihak diharapkan dapat menahan diri dari narasi provokatif, dan lebih mengedepankan solusi bersama demi menjaga harmoni dan kerjasama antarwilayah.
Redaksi:Syahbudin Padank