Banda Aceh,| detikaceh.com. 9 September 2025 Perbedaan perlakuan terhadap kendaraan bermotor berpelat luar daerah kembali menjadi sorotan publik. Hal ini mencuat setelah ramainya pemberitaan mengenai razia kendaraan berpelat BL (Aceh) yang dilakukan di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Sementara di Aceh sendiri, kendaraan berpelat BK (Sumut) justru tak pernah menjadi sasaran razia serupa.
Salah satu momen yang menjadi perhatian warganet adalah saat Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, terlihat membeli dagangan dari penjual es krim yang menggunakan sepeda motor berpelat BK. Tidak ada tindakan atau teguran terhadap keberadaan kendaraan luar provinsi tersebut, yang menunjukkan bahwa pelat luar di Aceh masih diterima secara biasa.
Sementara itu, di Sumut, kendaraan berpelat BL yang berasal dari Aceh kerap dirazia dengan alasan penertiban pajak kendaraan bermotor. Aparat Dinas Perhubungan dan Kepolisian berdalih bahwa banyak kendaraan BL digunakan secara tetap oleh warga Sumut, namun belum dimutasi atau dibaliknamakan ke pelat lokal (BK), sehingga dianggap mengurangi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau memang tinggal tetap di Sumut, kendaraan wajib dimutasi dan bayar pajak di sini,” ujar salah satu petugas dalam razia yang viral di media sosial beberapa waktu lalu.
Namun perbandingan ini memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa kendaraan BK bebas beroperasi di Aceh tanpa razia, sementara kendaraan BL di Sumut harus melalui penertiban? Publik menilai adanya ketimpangan dalam kebijakan antarprovinsi.
“Sama-sama dalam satu wilayah Sumatera, tapi kebijakannya berbeda. Di Aceh pelat luar dibiarin, di Sumut malah dirazia. Ini seperti tidak adil,” tulis seorang warganet di media sosial X (dulu Twitter).
Pengamat transportasi menilai bahwa persoalan ini mencerminkan kurangnya koordinasi antarprovinsi dalam hal pengelolaan kendaraan bermotor. “Harus ada standar yang jelas. Kalau memang ingin meningkatkan pajak, seharusnya juga diterapkan secara adil dan merata,” ujar seorang akademisi dari Universitas Syiah Kuala.
Sampai saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Aceh terkait perbedaan perlakuan tersebut. Namun kondisi di lapangan menunjukkan bahwa Aceh masih bersikap longgar terhadap kendaraan berpelat luar, selama tidak terbukti menetap secara tetap.
Red, [SyahbudinPadank]