Subulussalam, |detikaceh.com. 1 Oktober 2025 Isu dugaan pemerasan dan pungutan liar (pungli) yang menyeret nama Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Subulussalam, Eddy, menuai polemik di tengah masyarakat. Dalam laporan yang beredar di sejumlah media lokal, Eddy dituduh telah meminta uang sebesar Rp35 juta dari seorang warga bernama Ngatiman, terkait penanganan kasus hukum yang sedang ditangani.
Namun, menanggapi tudingan tersebut, Eddy secara tegas membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia juga mengkritik keras pemberitaan yang muncul, yang menurutnya tidak pernah melakukan konfirmasi langsung kepada dirinya sebelum menaikkan berita ke publik.
> “Saya pastikan itu tidak benar dan saya sangat menyayangkan sikap tidak profesional dari oknum wartawan yang menulis berita tersebut. Tidak ada konfirmasi, dan pemberitaan itu terkesan menyerang pribadi saya,” tegas Eddy saat diwawancarai, Senin (1/10).
Ia menambahkan bahwa dalam menangani kasus, dirinya selalu mengacu pada prosedur hukum yang berlaku, termasuk mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas sebagai anggota Polri.tegas Jalankan Aturan, Tak Ada Restoratif Justice untuk Kekerasan Seksual terhadap Anak
Eddy selaku Kanit PPA menjelaskan, dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak, pihaknya berpedoman pada Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/343/II/RES/1.24/2024 tanggal 15 Februari 2024, yang secara tegas melarang penyelesaian di luar jalur peradilan (restoratif justice) untuk tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.
> “Kami hanya mengikuti aturan. Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, tidak ada ruang untuk negosiasi atau pencabutan perkara. Ini adalah kejahatan serius,” jelasnya.
Pernyataan ini diperkuat oleh dasar hukum lainnya, termasuk Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014, yang mengatur hukuman tegas bagi pelaku pelecehan dan pemerkosaan terhadap anak.
Dalam Qanun tersebut, disebutkan bahwa
Pasal 47 menyatakan setiap orang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual terhadap anak diancam dengan hukuman takzir paling lama 90 bulan (7,5 tahun) kurungan.
Pasal 50 menyebutkan setiap orang dengan sengaja melakukan jarimah pemerkosaan terhadap anak diancam dengan hukuman takzir paling sedikit 150 bulan (12,5 tahun) kurungan.
Kasat Reskrim Pastikan Kasus Tetap Berjalan, sementara itu,Kasat Reskrim Polres Subulussalam, Iptu Abdul Mufakhir, memastikan bahwa proses hukum atas laporan kekerasan seksual yang di lakukan oleh saudara Ngatiman, tetap berlanjut sesuai mekanisme hukum.
> “Perlu kami tegaskan bahwa kasus ini tidak dihentikan. Proses penyidikan sudah rampung dan berkas perkara telah kami limpahkan ke Kejaksaan untuk tahap satu,” ungkapnya.
Mufakhir juga menegaskan bahwa prinsip praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi, namun tidak menghalangi komitmen Polres Subulussalam dalam memberantas kejahatan seksual terhadap anak.
Kritik Terhadap Media: Informasi Tak Berimbang Dapat Ganggu Proses Hukum
Terkait pemberitaan yang berkembang, pihak Polres Subulussalam menyayangkan sikap sebagian media yang dinilai tidak profesional dan tidak menjalankan prinsip jurnalistik dasar, yakni verifikasi dan konfirmasi kepada narasumber utama.
> “Kami terbuka terhadap kritik dan pengawasan publik, tapi tolong berikan informasi yang berimbang. Jangan membentuk opini publik berdasarkan tuduhan sepihak,” ujar Eddy selaku Kanit PPA Polres Subulussalam.
Pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas sumber dan kebenarannya, serta menyerahkan penanganan kasus ini sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.tingginya Kasus Kekerasan Seksual Anak di tahun 2025.
Data dari Polres Subulussalam mencatat bahwa selama tahun 2025, sudah terdapat lebih dari 40 kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Ini menjadi peringatan serius bagi semua pihak, baik aparat, masyarakat, maupun media, untuk lebih peka dan bijak dalam menyikapi isu ini.
“Polres Subulussalam berkomitmen untuk
Menangani setiap laporan kekerasan secara profesional dan transparan.
Menghindari penyelesaian non-yuridis dalam kasus berat melindungi hak-hak korban, terutama anak-anak sebagai kelompok rentan” terangnya.
Pihak kepolisian kembali menegaskan bahwa proses hukum akan tetap berjalan tanpa intervensi pihak manapun. Sementara itu, media diminta untuk mengutamakan etika jurnalistik dan tidak menjadi alat untuk menyebarkan opini yang bisa mencederai integritas penegak hukum.
Redaksi: Syahbudin Padank
FRN – Fast Respon Counter Polri Nusantara