Banda Aceh – Pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli alias Abang Samalanga, yang mengusulkan Aceh pisah dari Pemerintah Pusat dinilai hanya gimmick. Hal itu disampaikan Antropolog Universitas Malikussaleh (Unimal), Teuku Kemal Fasya, kepada wartawan pada Selasa (2/9/2025).
Menurut Kemal, pernyataan tersebut spontan dan tidak menunjukkan keseriusan untuk membangun gerakan separatisme.
“Jadi pernyataan ketua DPRA hanya gimmick, bukan pernyataan penuh kesadaran untuk membangun gerakan separatisme. Gak serius pernyataan itu,” kata Kemal.
Kemal menambahkan, gagasan Aceh merdeka secara independen bisa dianggap ide bagus dari sisi otonomi daerah. Namun, secara realitas, masyarakat Aceh selama ini tidak mengalami penjajahan dalam aspek kesejahteraan maupun pendidikan.
“Karena ide itu pasti berhubungan dengan kedaulatan politik separatisme. Lagi pula Ketua DPRA digaji dengan anggaran keuangan negara, bukan anggaran keuangan lokal, bagian dari pejabat negara di tingkat lokal. Apa mau ketua DPRA tidak lagi menerima gaji dari Pemerintah dan turun gunung melakukan gerilya politik-militer lagi. Pasti dia pikir 100 kali, karena akan terjebak pada label yang negatif dari Pemerintah Pusat,” jelasnya.
Kemal juga menegaskan, tidak ada niatan dari Partai Aceh untuk memerdekakan Aceh. Secara material dan ideologis, dasar gerakan separatisme sudah tidak ada.
“Apalagi Gubernur Aceh Mualem sudah sangat loyal kepada Presiden Prabowo yang berpartai Gerindra dengan ideologi ultranasionalisme. Merdeka secara gagasan-filosofis bukan merdeka dalam kerangka ideologi-politik,” tambahnya.
Sebelumnya, saat menanggapi tuntutan mahasiswa di depan Gedung DPRA, Banda Aceh, Senin (1/9/2025), Zulfadhli menambahkan satu poin tuntutan yang menuai kontroversi.
“Atau minta poin satu lagi, pisah aja Aceh dari Pusat (Jakarta). Tulis, biar saya teken,” kata Zulfadhli di hadapan massa aksi. (*)