Subulussalam, detikaceh.com. Oktober 2025– Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Subulussalam melontarkan kritikan keras terhadap salah satu media daring lokal yang dianggap telah melakukan pelanggaran etik jurnalistik, dengan memuat pernyataan yang diklaim berasal dari HMI tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Pernyataan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan pelanggaran oleh oknum Kanit PPA Polres Subulussalam, yang saat ini sedang dalam sorotan publik.
Ketua Umum HMI Subulussalam, Farhan Rizki, mengecam keras tindakan media tersebut yang dinilai sembrono, tidak profesional, dan melanggar prinsip dasar jurnalisme: konfirmasi dan keberimbangan informasi
> “Statement yang ditulis media itu bukan dari kami dan tidak pernah dikonfirmasi sebelumnya. Ini jelas mencoreng nama baik HMI Subulussalam,” tegas Farhan saat dikonfirmasi pada Rabu (1/10/2025).
Media tersebut memuat kutipan seolah-olah berasal dari HMI Subulussalam yang menyatakan bahwa, *“Larangan terhadap wartawan adalah tamparan keras bagi demokrasi kita, pers adalah jantung informasi masyarakat. Jika pers dibungkam, masyarakat kehilangan haknya untuk tahu. Kami mahasiswa siap berdiri bersama pers dalam memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas publik.”
Menurut Farhan, pernyataan tersebut tidak pernah keluar dari mulut pengurus HMI Subulussalam manapun, baik secara tertulis maupun lisan. Bahkan, tidak ada satupun jurnalis dari media tersebut yang menghubungi mereka untuk meminta klarifikasi atau konfirmasi.
> “Kami sangat menyayangkan tindakan ini. Ini bukan hanya sekadar kesalahan teknis, tapi berpotensi masuk dalam ranah pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang secara eksplisit melindungi individu maupun lembaga dari distribusi informasi palsu yang merugikan,” tambah Farhan.
Dituding Tanpa Bukti, Dicatut Tanpa Konfirmasi Kecaman senada disampaikan oleh salah satu inisiator HMI Subulussalam, Erwinsah Putra Berutu, S.Pd., M.Pd. yang menyebut pemberitaan tersebut sebagai bentuk kegagalan etik dan kehancuran standar jurnalistik yang seharusnya dijaga.
> “Mengaitkan nama organisasi secara sepihak tanpa klarifikasi adalah tindakan gegabah dan tidak profesional. Ini bentuk pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik yang seharusnya menjadi landasan utama setiap produk berita,” ujar Erwinsah.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa HMI Subulussalam tidak ingin ditarik ke dalam pusaran konflik atau polemik yang sedang bergulir di tubuh Polres Subulussalam. Namun, mereka memiliki sikap yang sangat jelas dan tegas terhadap isu kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
> “Kami sangat menolak dan mengutuk keras setiap bentuk pelecehan seksual, apalagi terhadap anak. Tapi keterlibatan HMI dalam kasus ini, sebagaimana di-framing oleh media tersebut, adalah bohong dan fitnah yang harus diluruskan,” tegas Erwinsah.
Tuntut Etika, Bukan Sensasi HMI Subulussalam menekankan bahwa media massa seharusnya menjadi mitra dalam mencerdaskan publik, bukan alat untuk membingkai narasi palsu yang bisa menyesatkan opini masyarakat. Apalagi di tengah maraknya isu-isu sensitif seperti kekerasan seksual, kepercayaan publik terhadap informasi yang beredar harus dibangun dengan dasar yang kredibel, faktual, dan etis.
> “Kami harap media tersebut segera mengklarifikasi dan meminta maaf secara terbuka, serta tidak mengulangi kesalahan fatal seperti ini lagi. Bila tidak, kami akan mempertimbangkan langkah hukum demi menjaga marwah organisasi,” tegas Farhan.
Lebih dari sekadar pembelaan, klarifikasi ini adalah bentuk protes HMI terhadap jurnalisme yang sembrono dan sembrana—yang tidak hanya membahayakan reputasi organisasi, tetapi juga menodai kepercayaan masyarakat terhadap fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi.
Kejadian ini menjadi tamparan balik bagi dunia pers lokal. Di tengah derasnya arus informasi, ketelitian, konfirmasi, dan integritas seharusnya menjadi napas setiap jurnalis. Pers memang punya hak untuk memberitakan, namun hak tersebut tidak boleh menginjak hak pihak lain, termasuk hak organisasi untuk tidak difitnah dan dicemarkan tanpa dasar.
HMI Subulussalam tidak akan tinggal diam terhadap pelanggaran ini. Mereka menuntut agar praktik jurnalisme tidak dikotori oleh ambisi mengejar klik dan sensasi, tetapi tetap berpijak pada etika, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.
Redaksi: Syahbudin Padank
Editor: Syahbudin Padank
Tanggal Terbit: 1 Oktober 2025