Aceh Timur – Seorang warga Gampong Seuneubok Timu, Kecamatan Idi Timur, Kabupaten Aceh Timur, bernama Abdul Hakim alias Akim, diduga menghalangi tugas jurnalistik saat awak media melakukan peliputan dalam rapat pengembalian anggaran pembangunan desa yang berlangsung di Meunasah gampong setempat, Rabu (1/10/2025) malam.
Peristiwa bermula saat sejumlah wartawan mendokumentasikan jalannya rapat, yang disebut membahas pengembalian anggaran pembangunan Balai Tani tahap 1 tahun anggaran 2025. Namun secara tiba-tiba, Akim menunjuk-nunjuk ke arah awak media dan meminta mereka menghentikan peliputan. Ia mempertanyakan kehadiran wartawan dan secara verbal melarang mereka mengambil gambar dengan nada tinggi.
“Bapak datang ke sini jangan liput-liput kami. Bapak diundang siapa? Bapak datang duduk saja seperti masyarakat biasa. Jangan bersitegang di sini,” ujar Akim di depan peserta rapat.
Saat dimintai keterangan lebih lanjut usai kejadian, Akim menolak memberikan komentar dan hanya menyebut bahwa rapat bersifat tertutup. Ia kemudian meninggalkan lokasi tanpa penjelasan lebih lanjut.
Beberapa warga yang enggan disebutkan namanya mengaku bahwa tindakan serupa kerap dilakukan Akim dalam berbagai forum musyawarah desa. Bahkan, salah seorang warga menyebut Akim pernah terlibat dalam insiden pemukulan terhadap geuchik pada waktu sebelumnya.
“Setiap ada rapat, pasti ada keributan kalau dia hadir. Bahkan pernah sampai memukul Geuchik. Aneh, padahal ada aparat keamanan juga,” kata salah satu warga di lokasi kegiatan.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Geuchik Gampong Seuneubok Timu, Nur Hazizah, S.E., juga menolak diwawancarai oleh awak media terkait jalannya rapat. Ia mengatakan bahwa kegiatan tersebut bukan untuk konsumsi publik dan hanya diperuntukkan bagi warga setempat.
“Saya tidak mau diwawancarai, tidak mau dipublikasikan. Ini rapat tertutup untuk umum,” ujarnya singkat sebelum beranjak meninggalkan lokasi kegiatan.
Di sisi lain, mantan Geuchik Seuneubok Timu, Mahmudi, membenarkan bahwa rapat malam itu membahas pengembalian anggaran pembangunan desa untuk lanjutan pembangunan Balai Tani tahap 1 sebesar Rp42 juta, serta Rp15 juta anggaran perbaikan rumahnya yang telah ia kembalikan kepada desa.
Mahmudi menyayangkan adanya larangan terhadap media yang tengah melaksanakan tugas peliputan. Ia menyebut rapat pengembalian anggaran seharusnya bersifat terbuka dan dapat diliput sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.
“Saya tidak paham kenapa harus tertutup. Pengembalian dana desa sebaiknya dilakukan secara transparan. Media justru penting untuk hadir agar masyarakat tahu bahwa tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujar Mahmudi.
Lebih lanjut, Mahmudi menyampaikan kekecewaannya terhadap desakan penyelenggaraan rapat pertanggungjawaban akhir tahun yang diberikan oleh Pj Geuchik dan anggota P2K. Ia menganggap permintaan itu tergesa-gesa dan tidak masuk akal, mengingat beberapa kegiatan pembangunan belum rampung karena berbagai kendala.
“Masak saya diminta menggelar rapat pertanggungjawaban akhir tahun dalam waktu 26 jam, padahal masih ada kegiatan yang belum selesai. Ini tidak logis,” ujarnya.
Dalam kegiatan tersebut turut hadir anggota Kepolisian dari Polsek Idi Rayeuk serta dua anggota TNI dari Koramil Idi Rayeuk untuk mengamankan jalannya rapat.
Tindakan dugaan penghalangan kerja jurnalistik ini berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (3), yang menyatakan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Selain itu, pada Pasal 18 ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Pers juga dilindungi oleh prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menjamin hak masyarakat, termasuk pers, untuk memperoleh informasi dari badan publik, termasuk pemerintah desa, terkait penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Sejumlah organisasi pers dan pemerhati kebebasan media sebelumnya telah menyerukan pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas-tugas peliputan, terutama dalam konteks pengawasan publik terhadap penggunaan dana desa.
Kasus ini memicu perhatian dan diharapkan dapat menjadi refleksi bagi semua pihak bahwa keterbukaan informasi dan penghormatan terhadap kerja jurnalis adalah bagian penting dari demokrasi dan tata pemerintahan yang bersih. (TIM)