Subulussalam, |detikaceh.com. 11 Oktober 2025,Kasus pencurian buah kelapa sawit di wilayah Subulussalam kian mengkhawatirkan. Aksi para “ninja sawit” tidak hanya merugikan secara materi, tetapi juga merampas sumber penghidupan utama petani kecil. Ironisnya, di media sosial masih banyak netizen yang membela para pelaku dengan alasan ekonomi.
Menanggapi fenomena ini, warga dan petani Subulussalam menyampaikan kritik terbuka yang ditujukan kepada netizen. Mereka meminta publik untuk tidak membenarkan tindakan kriminal dengan dalih apa pun.
> “Banyak ninja sawit bukan karena tidak punya, tapi karena malas berusaha. Sementara pemilik kebun, hasil panennya hanya sekitar 200–500 kilogram per dua minggu. Itu pun untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kasihan kalau hasilnya dicuri,” ujar seorang warga Kecamatan Rundeng.
Rilis yang beredar di media sosial dan grup-grup komunitas tersebut menyoroti bahaya normalisasi pencurian. Pencurian, sekecil apa pun bentuknya, tetap merupakan pelanggaran hukum dan tidak bisa dibenarkan atas dasar belas kasihan.
> “Berhenti membela yang salah. Tidak punya pekerjaan bukan alasan untuk mengambil hak orang lain. Kalau pencurian terus dibela, hukum jadi lumpuh, dan petani kecil makin tertindas,” tegas isi pernyataan itu.
Subulussalam merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit di wilayah perbatasan Aceh–Sumatera Utara. Mayoritas petani di sini mengelola lahan sendiri dalam skala kecil, dan sangat bergantung pada panen dua mingguan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Dalam pernyataan yang sama, warga juga mengingatkan agar netizen lebih berhati-hati dalam menyampaikan opini di media sosial, agar tidak ikut memperkeruh keadaan atau tanpa sadar membenarkan tindakan melanggar hukum.
> “Empati itu penting, tapi jangan sampai membenarkan pencurian. Itu bukan solusi, itu justru merusak nilai keadilan dan menghancurkan semangat kerja keras,” lanjut isi rilis tersebut.
Pernyataan tersebut juga mendorong masyarakat dan pemerintah untuk memperkuat edukasi hukum serta menciptakan lebih banyak peluang ekonomi bagi warga yang kurang mampu, tanpa harus memaklumi pelanggaran hukum.
> “Stop romantisasi pencurian. Hargai jerih payah orang kecil. Jangan salah posisi dalam membela,” demikian bunyi penutup dari rilis tersebut.
Redaksi: Syahbudin Padank, FRN Fast Respon counter Polri Nusantara