Sumbawa – Kasus Aby Risal di Sumbawa menjadi preseden buruk yang mengerikan bagi kebebasan berekspresi di Indonesia.
Hanya karena menggunakan kata “dugaan” dalam sebuah status Facebook – sebuah kata yang secara inheren menunjukkan ketidakpastian dan niat untuk memverifikasi – seorang jurnalis kini disangka menyebarkan fitnah dan berita bohong. Ini adalah distorsi makna yang berbahaya.
Kuasa hukum Aby, Imam, dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada niat jahat (mens rea) dalam unggahan tersebut. Status itu murni dugaan yang bahkan Aby sendiri tidak bisa pastikan sepenuhnya, sehingga seharusnya menjadi dasar untuk penyelidikan, bukan pemidanaan.
Ironisnya, delik aduan pencemaran nama baik bisa dengan mudah digunakan tanpa adanya pihak yang secara sah merasa dirugikan, mengingat Aby hanya menyebut inisial “S” dan “J”.
Ini membuka pintu bagi siapa pun yang merasa “tersinggung” oleh inisial, bahkan tanpa memiliki legal standing yang kuat, untuk melaporkan. Praktik semacam ini menunjukkan bahwa hukum, yang seharusnya menjadi pelindung, justru dapat disalahgunakan sebagai alat represi.
Apakah ini memang bentuk kemunduran fundamental dalam penegakan hukum di Indonesia, di mana dugaan kini disamakan dengan fakta palsu?. []